UPAYA
PENGURANGAN RESIKO DAN DAMPAK BENCANA
Muhammad Fajrul
Falah (092410101018)
Program Studi
Sistem Informasi - Universitas Jember
Bencana
merupakan anugerah Tuhan yang harusnya kita renungi. Rasa syukur kepada-Nya ketika
dalam kondisi sehat yang sering terlupa, akan teringat ketika bencana melanda. Bencana
harusnya disikapi dari sebelum bencana itu terjadi bukan hanya saat terjadi
ataupun setelah terjadi.
Suatu bahaya adalah
ancaman atau risiko yang disebabkan oleh manusia maupun alam sehingga
mengakibatkan kerusakan. Contoh bahaya yang disebabkan oleh alam adalah banjir,
dan gempa bumi. Contoh bahaya yang disebabkan oleh manusia adalah tumpahan zat
kimia, ranjau darat dan polusi beracun dari industri.
Suatu bencana adalah
bahaya yang menyebabkan kerugian dan kehancuran besar yang berimbas pada
masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya. Suatu risiko
merupakan potensi di mana sesuatu yang buruk bisa terjadi. Kerentanan adalah
potensi untuk lebih mudah terluka, tersakiti atau terkena dampak bencana.
Konsep-konsep tentang
kerentanan, bahaya, dan resiko memiliki relasi yang dinamis. Relasi elemen-elemen
ini juga dapat diungkapkan sebagai suatu rumus sederhana yang menggambarkan
konsep tersebut dimana lebih besar peristiwa potensial dari suatu bahaya dan
lebih mudah rentan suatu populasi, maka lebih besar resikonya.
Pemicu tingginya
dampak bencana
Kemiskinan
pada umumnya menjadikan orang/ kelompok rentan terhadap dampak bencana. Kemiskinan
menyebabkan seseorang mencari tempat - tempat yang rawan bencana untuk
ditinggali seperti tanah longsor atau di dekat gunung berapi atau sungai-sungai
dimana tepi-tepinya selalu banjir. Kurangnya kesadaran dan informasi akibat kemiskinan.
Orang-orang yang rentan, sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk keluar
dari hal yang membahayakan, atau tindakan-tindakan perlindungan apa yang
diambil ketika menghadapi bencana.
Selain kemiskinan kepadatan populasi yang meningkat
juga memiliki andil. Pertumbuhan
populasi memicu lebih banyak orang yang akan terpaksa hidup dan bekerja di daerah-daerah
yang tidak aman dan lebih banyak orang yang bersaing untuk suatu jumlah sumber
yang terbatas yang mungkin menuju pada konflik. Kemudian urbanisasi yang cepat.
Pertumbuhan populasi yang cepat dan migrasi umumnya disebabkan kurangnya
lapangan pekerjaan. Persaingan untuk sumber-sumber yang langka, merupakan suatu
kosekuensi urbanisasi yang cepat yang tidak dapat dihindarkan, hal tersebut dapat
mengakibatkan bencana-bencana yang disebabkan oleh manusia.
Hal
lain yang mempengaruhi tingginya dampak bencana adalah perubahan-perubahan cara
hidup. Ketika orang-orang berpindah dari pedesaan ke perkotaan, mereka mungkin akan
kehilangan sistem atau jaringan dukungan sosial yang secara tradisional akan
membantu mereka dalam pemulihan trauma dari suatu bencana.
Bencana di
negeri ini
Kita
ketahui bencana alam di wilayah tanah air, begitu sering terjadi. Walau begitu,
tetap saja penanganan bencana terutama pada saat tanggap darurat pertolongan
sering terlambat. Pada saat dan sesudah bencana selalu saja meninggalkan beban
penderitaan yang mendalam bagi masyarakat yang terkena bencana. Terlebih lagi,
hampir seluruh wilayah tanah air kita masuk dalam daerah yang rawan bencana.
Data menunjukan bahwa intensitas kejadian yang paling sering terjadi adalah
bencana banjir. Sementara dari segi jumlah korban meninggal maka yang tertinggi
adalah bencana tanah longsor baru kemudian bencana banjir. Kedua jenis penyebab
bencana tersebut nampaknya berkaitan dengan lingkungan hidup yang rusak.
Sebelum bencana gempa di Sumatera barat maka bencana gempa
masih menempati urutan kelima, setelah bencana gabungan bencana banjir dan
tanah longsor.
Dari sifat
bencana yang selalu terjadi begitu tiba-tiba dan jumlah korban yang cukup
banyak, maka disimpulkan secara umum kesiaap-siagaan masyarakat di daerah rawan
bencana atas penanggulangan bencana umumnya rendah. Segala bentuk kearifan
lokal dalam mencermati gejala alam sebagai peringatan dini umumnya sudah hilang
karena tidak dilestarikan dalam perubahan masyarakat.
Pelestarian
kearifan local memiliki peran penting dan berakibat signifikan dalam
meminimalisir dampak bencana, khususnya jumlah korban. Mungkin masih terniang
dipikiran kita mengenai bencana tsunami yang terjadi tujuh tahun yang lalu,
jumlah korban di Aceh sangatlah tinggi, namun di Nias yang letaknya lebih dekat
dengan pusat gempa penyebab tsunami dengan kearifan lokal yang telah diajarkan
turun temurun dianggap bias meminimalisir jumlah korban yaitu, dengan cara
mengungsi ke tempat yang lebih tinggi seperti perbukitan setelah gempa tektonik
terjadi. Kearifan local berupa pengetahuan seperti ini yang mungkin tidak
dimiliki, diketahui atau dilestarikan di daerah lain sehingga jumlah korban
sangat tinggi.
Korban
bencana adalah masalah kemanusian yang tidak bersifat diskriminatif. Melintas
batas primordial. Bencana tidak membedakan wilayah elite dan wilayah kumuh.
Namun daya tahan atau resistensi kedua wilayah tersebut tentu berbeda.
Pemukiman masyarakat dari kalangan masyarakat menengah-bawah, umumnya lebih
rentan dengan dampak bencana. Pemukiman yang dibangun dengan bahan sederhana
dan umumnya tidak dirancang dengan tahan bencana. Karena itu korban, kerusakan
yang terjadi di wilayah pemukiman yang sederhana dan kumuh umumnya juga lebih
besar. Pada masa tanggap darurat, bantuan makanan dan obat-obatan juga
dibutuhkan lebih besar untuk kalangan masyarakat kecil karena persedian umumnya
tidak tersedia.
Secara
umum penanggulangan bencana ada pada tiga tahapan utama: tanggap darurat;
pemulihan yang mencakup rehabilitasi sosial dan restorasi fisik; dan
rekonstruksi. Pada tahap tanggap darurat targetnya adalah penyelamatan korban;
sasaran dalam tahap pemulihan adalah pulihnya standar pelayanan minimum, dan
sasaran dalam tahap rekonstruksi adalah terbangunnya kembali seluruh sistem
sosial dan ekonomi. Sekali lagi dampaknya dirasakan berbeda, kalangan
masyarakat kecil tidak hanya berhenti berkegiatan karena bencana, tetapi lebih
dari itu kehilangan faktor produksi untuk melangsungkan kegiatan ekonomi paska
bencana.
Bantuan
pada hakekatnya adalah hak korban. Dengan prinsip perlindungan terhadap setiap
warga negara, termasuk ancaman atas bencana. Sebagaimana diatur melalui
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang masih
kurang disosialisasikan. Perlunya sikap sadar bencana bagi anggota masyarakat
khususnya yang tinggal di daerah rawan bencana. Perlu dilakukan antisipasi
untuk mengurangi dampak bencana, khususnya menyangkut sistem peringatan dini.
Meningkatkan kualitas pelatihan bagi Taruna Siaga Bencana (TAGANA) dibawah
naungan Dinas Sosial di tiap-tiap daerah, yang siap siaga diturunkan bilamana
terjadi bencana. Sarana dan prasarana evakuasi dalam program tanggap darurat,
sehingga dapat melakukan tindakan cepat dan tepat sehingga dapat menekan jumlah
korban dan mengurangi dampak yang merugikan akibat bencana.
‘Tekanan’ sering
terjadi pada masyarakat yang muncul dalam bencana, sehingga dapat meningkatkan
kerentanan. Tekanan dibagi menjadi tiga yaitu: bahaya, kondisi tidak aman, dan
tekanan dinamis.
Bahaya merupakan
bencana itu sendiri seperti gempa, banjir, kekeringan, letusan gunung api,
perang saudara, pencemaran, wabah, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan kondisi tidak aman adalah bahaya yang tidak
disadari, lokasi berbahaya, tidak punya tabungan, tidak ada keahlian, tidak ada
JPS (jaring pengaman sosial), dan tidak bersatunya warga dalam suatu
lingkungan. Tekanan dinamis antara lain akses terbatas atas sumber daya,
layanan dasar, pasar dan keputusan politik, pertumbuhan penduduk, perubahan
lahan, pembabatan hutan migrasi, dan peraturan-peraturan yang tidak memihak
pada masyarakat. Akar masalahnya adalah kebijakan yang menghasilkan distribusi tidak
meratanya sumber daya, layanan dan kekuasaan, kebijakan/ struktur yang
menghasilkan akses yang tidak merata pada kekuasan, fungsi bias negara dan
militer, aturan gender, defenisi hak, dan ideologi.
Untuk menghadapi hal-hal
di atas maka digunakanlah Disaster Crunch Model
yang membantu kita mengetahui bagaimana kerentanan bisa terjadi. Dan Disaster Release Model
untuk mengetahui bagaimana risiko bencana bisa dikurangi. Dua model itu merupakan
media untuk mentransfomasi dari yang tidak aman menjadi aman, dari yang negatif
menjadi positif
Contoh:
Untuk mengurangi resiko banjir akibat luapan air sungai, dapat dilakukan dengan
membuat tanggul, dan sistem pengendalian sungai yang dihubungkan dengan sistem
peringatan banjir. Dan para keluarga dianjurkan untuk memperkuat struktur
rumah, dan/atau membangun rumah yang lokasinya aman dari banjir
Selain menggunakan model-model di atas kita
juga harus melakukan intervensi pengurangan risiko bencana untuk menuju kondisi
yang aman dengan melakukan beberapa hal, antara lain:
a.
Risk Assesment
di masyarakat,
b.
Pelatihan
penyadaran masyarakat,
c.
Perencanaan
pengurangan risiko,
d.
Pelatihan
kesiapsiagaan bencana,
e.
Menyusun dan
memperkuat organisasi penanggulangan bencana,
f.
Pelatihan,
simulasi, dan kemampuan evakuasi,
g.
Pengorganisasian
masyarakat,
h.
Perawatan rumah
dan fasilitas umum,
i.
Disetifikasi
sumber mata pencaharian,
j.
Pelatihan kader
kesehatan, dan lain-lain.
Kehidupan ini berawal
dari kehidupan di bumi jauh sebelum makhluk hidup ada. Maka dari itu untuk
menjaga dan melestarikan bumi ini harus beberapa dekade kah kita memikirkannya.
Sampai pada satu sisi dimana bumi ini telah tua dan memohon agar kita sebagai
makhluk yang tinggal dan memanfaatkan segala sesuatunya di atas bumi ini untuk menjaga
keberlangsungannya serta melestarikannya. Marilah kita bergotong royang untuk
menyelematkan bumi yang telah memberikan kita kehidupan yang sempurna ini. Bencana sebagai Kuasa-Nya memang tidak bisa ditolak,
namun sebagai manusia yang dikaruniai akal dan pikiran, seyogyanya kita dapat
mengurangi terjadinya bencana yang disebabkan oleh manusia. Dengan akal kita
harusnya dapat melakukan hal-hal yang tujuannya bisa mengurangi dampak dari
bencana, entah dari sisi jumlah korban, trauma, dan kerusakan-kerusakan
lainnya.
Referensi:
Vanaspongse, C., dkk.
2007. Pedoman Pelatihan: Pengurangan Risiko Bencana yang Dimotori oleh
Anak-anak di Sekolah dan Komunitas. Bangkok: Save the Children.
Palang Merah Indonesia.
2011. Presentasi DIKLATSAR PMI. Jakarta: PMI.
Mawardi,
Ikhwanuddin. 2006. Rencana Aksi Nasional - Risiko Bencana 2006-2009. Jakarta: Perum
Percetakan Negara RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar