Total Halaman yg ditampilkan

29 Desember 2011

Upaya Pengurangan Resiko dan Dampak Bencana


UPAYA PENGURANGAN RESIKO DAN DAMPAK BENCANA
Muhammad Fajrul Falah (092410101018)
Program Studi Sistem Informasi - Universitas Jember

Bencana merupakan anugerah Tuhan yang harusnya kita renungi. Rasa syukur kepada-Nya ketika dalam kondisi sehat yang sering terlupa, akan teringat ketika bencana melanda. Bencana harusnya disikapi dari sebelum bencana itu terjadi bukan hanya saat terjadi ataupun setelah terjadi.
Suatu bahaya adalah ancaman atau risiko yang disebabkan oleh manusia maupun alam sehingga mengakibatkan kerusakan. Contoh bahaya yang disebabkan oleh alam adalah banjir, dan gempa bumi. Contoh bahaya yang disebabkan oleh manusia adalah tumpahan zat kimia, ranjau darat dan polusi beracun dari industri.
Suatu bencana adalah bahaya yang menyebabkan kerugian dan kehancuran besar yang berimbas pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya. Suatu risiko merupakan potensi di mana sesuatu yang buruk bisa terjadi. Kerentanan adalah potensi untuk lebih mudah terluka, tersakiti atau terkena dampak bencana.
Konsep-konsep tentang kerentanan, bahaya, dan resiko memiliki relasi yang dinamis. Relasi elemen-elemen ini juga dapat diungkapkan sebagai suatu rumus sederhana yang menggambarkan konsep tersebut dimana lebih besar peristiwa potensial dari suatu bahaya dan lebih mudah rentan suatu populasi, maka lebih besar resikonya.

Pemicu tingginya dampak bencana
Kemiskinan pada umumnya menjadikan orang/ kelompok rentan terhadap dampak bencana. Kemiskinan menyebabkan seseorang mencari tempat - tempat yang rawan bencana untuk ditinggali seperti tanah longsor atau di dekat gunung berapi atau sungai-sungai dimana tepi-tepinya selalu banjir. Kurangnya kesadaran dan informasi akibat kemiskinan. Orang-orang yang rentan, sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk keluar dari hal yang membahayakan, atau tindakan-tindakan perlindungan apa yang diambil ketika menghadapi bencana.
Selain kemiskinan kepadatan populasi yang meningkat juga memiliki andil. Pertumbuhan populasi memicu lebih banyak orang yang akan terpaksa hidup dan bekerja di daerah-daerah yang tidak aman dan lebih banyak orang yang bersaing untuk suatu jumlah sumber yang terbatas yang mungkin menuju pada konflik. Kemudian urbanisasi yang cepat. Pertumbuhan populasi yang cepat dan migrasi umumnya disebabkan kurangnya lapangan pekerjaan. Persaingan untuk sumber-sumber yang langka, merupakan suatu kosekuensi urbanisasi yang cepat yang tidak dapat dihindarkan, hal tersebut dapat mengakibatkan bencana-bencana yang disebabkan oleh manusia.
Hal lain yang mempengaruhi tingginya dampak bencana adalah perubahan-perubahan cara hidup. Ketika orang-orang berpindah dari pedesaan ke perkotaan, mereka mungkin akan kehilangan sistem atau jaringan dukungan sosial yang secara tradisional akan membantu mereka dalam pemulihan trauma dari suatu bencana.

Bencana di negeri ini
Kita ketahui bencana alam di wilayah tanah air, begitu sering terjadi. Walau begitu, tetap saja penanganan bencana terutama pada saat tanggap darurat pertolongan sering terlambat. Pada saat dan sesudah bencana selalu saja meninggalkan beban penderitaan yang mendalam bagi masyarakat yang terkena bencana. Terlebih lagi, hampir seluruh wilayah tanah air kita masuk dalam daerah yang rawan bencana. Data menunjukan bahwa intensitas kejadian yang paling sering terjadi adalah bencana banjir. Sementara dari segi jumlah korban meninggal maka yang tertinggi adalah bencana tanah longsor baru kemudian bencana banjir. Kedua jenis penyebab bencana tersebut nampaknya berkaitan dengan lingkungan hidup yang rusak. Sebelum bencana gempa di Sumatera barat maka bencana gempa masih menempati urutan kelima, setelah bencana gabungan bencana banjir dan tanah longsor.
Dari sifat bencana yang selalu terjadi begitu tiba-tiba dan jumlah korban yang cukup banyak, maka disimpulkan secara umum kesiaap-siagaan masyarakat di daerah rawan bencana atas penanggulangan bencana umumnya rendah. Segala bentuk kearifan lokal dalam mencermati gejala alam sebagai peringatan dini umumnya sudah hilang karena tidak dilestarikan dalam perubahan masyarakat.
Pelestarian kearifan local memiliki peran penting dan berakibat signifikan dalam meminimalisir dampak bencana, khususnya jumlah korban. Mungkin masih terniang dipikiran kita mengenai bencana tsunami yang terjadi tujuh tahun yang lalu, jumlah korban di Aceh sangatlah tinggi, namun di Nias yang letaknya lebih dekat dengan pusat gempa penyebab tsunami dengan kearifan lokal yang telah diajarkan turun temurun dianggap bias meminimalisir jumlah korban yaitu, dengan cara mengungsi ke tempat yang lebih tinggi seperti perbukitan setelah gempa tektonik terjadi. Kearifan local berupa pengetahuan seperti ini yang mungkin tidak dimiliki, diketahui atau dilestarikan di daerah lain sehingga jumlah korban sangat tinggi.
Korban bencana adalah masalah kemanusian yang tidak bersifat diskriminatif. Melintas batas primordial. Bencana tidak membedakan wilayah elite dan wilayah kumuh. Namun daya tahan atau resistensi kedua wilayah tersebut tentu berbeda. Pemukiman masyarakat dari kalangan masyarakat menengah-bawah, umumnya lebih rentan dengan dampak bencana. Pemukiman yang dibangun dengan bahan sederhana dan umumnya tidak dirancang dengan tahan bencana. Karena itu korban, kerusakan yang terjadi di wilayah pemukiman yang sederhana dan kumuh umumnya juga lebih besar. Pada masa tanggap darurat, bantuan makanan dan obat-obatan juga dibutuhkan lebih besar untuk kalangan masyarakat kecil karena persedian umumnya tidak tersedia.
Secara umum penanggulangan bencana ada pada tiga tahapan utama: tanggap darurat; pemulihan yang mencakup rehabilitasi sosial dan restorasi fisik; dan rekonstruksi. Pada tahap tanggap darurat targetnya adalah penyelamatan korban; sasaran dalam tahap pemulihan adalah pulihnya standar pelayanan minimum, dan sasaran dalam tahap rekonstruksi adalah terbangunnya kembali seluruh sistem sosial dan ekonomi. Sekali lagi dampaknya dirasakan berbeda, kalangan masyarakat kecil tidak hanya berhenti berkegiatan karena bencana, tetapi lebih dari itu kehilangan faktor produksi untuk melangsungkan kegiatan ekonomi paska bencana.
Bantuan pada hakekatnya adalah hak korban. Dengan prinsip perlindungan terhadap setiap warga negara, termasuk ancaman atas bencana. Sebagaimana diatur melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang masih kurang disosialisasikan. Perlunya sikap sadar bencana bagi anggota masyarakat khususnya yang tinggal di daerah rawan bencana. Perlu dilakukan antisipasi untuk mengurangi dampak bencana, khususnya menyangkut sistem peringatan dini. Meningkatkan kualitas pelatihan bagi Taruna Siaga Bencana (TAGANA) dibawah naungan Dinas Sosial di tiap-tiap daerah, yang siap siaga diturunkan bilamana terjadi bencana. Sarana dan prasarana evakuasi dalam program tanggap darurat, sehingga dapat melakukan tindakan cepat dan tepat sehingga dapat menekan jumlah korban dan mengurangi dampak yang merugikan akibat bencana.
‘Tekanan’ sering terjadi pada masyarakat yang muncul dalam bencana, sehingga dapat meningkatkan kerentanan. Tekanan dibagi menjadi tiga yaitu: bahaya, kondisi tidak aman, dan tekanan dinamis.
Bahaya merupakan bencana itu sendiri seperti gempa, banjir, kekeringan, letusan gunung api, perang saudara, pencemaran, wabah, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan kondisi tidak aman adalah bahaya yang tidak disadari, lokasi berbahaya, tidak punya tabungan, tidak ada keahlian, tidak ada JPS (jaring pengaman sosial), dan tidak bersatunya warga dalam suatu lingkungan. Tekanan dinamis antara lain akses terbatas atas sumber daya, layanan dasar, pasar dan keputusan politik, pertumbuhan penduduk, perubahan lahan, pembabatan hutan migrasi, dan peraturan-peraturan yang tidak memihak pada masyarakat. Akar masalahnya adalah kebijakan yang menghasilkan distribusi tidak meratanya sumber daya, layanan dan kekuasaan, kebijakan/ struktur yang menghasilkan akses yang tidak merata pada kekuasan, fungsi bias negara dan militer, aturan gender, defenisi hak, dan ideologi.
Untuk menghadapi hal-hal di atas maka digunakanlah Disaster Crunch Model yang membantu kita mengetahui bagaimana kerentanan bisa terjadi. Dan Disaster Release Model untuk mengetahui bagaimana risiko bencana bisa dikurangi. Dua model itu merupakan media untuk mentransfomasi dari yang tidak aman menjadi aman, dari yang negatif menjadi positif
Contoh: Untuk mengurangi resiko banjir akibat luapan air sungai, dapat dilakukan dengan membuat tanggul, dan sistem pengendalian sungai yang dihubungkan dengan sistem peringatan banjir. Dan para keluarga dianjurkan untuk memperkuat struktur rumah, dan/atau membangun rumah yang lokasinya aman dari banjir
 Selain menggunakan model-model di atas kita juga harus melakukan intervensi pengurangan risiko bencana untuk menuju kondisi yang aman dengan melakukan beberapa hal, antara lain:
a.          Risk Assesment di masyarakat,
b.         Pelatihan penyadaran masyarakat,
c.          Perencanaan pengurangan risiko,
d.         Pelatihan kesiapsiagaan bencana,
e.          Menyusun dan memperkuat organisasi penanggulangan bencana,
f.           Pelatihan, simulasi, dan kemampuan evakuasi,
g.          Pengorganisasian masyarakat,
h.          Perawatan rumah dan fasilitas umum,
i.            Disetifikasi sumber mata pencaharian,
j.           Pelatihan kader kesehatan, dan lain-lain.

Kehidupan ini berawal dari kehidupan di bumi jauh sebelum makhluk hidup ada. Maka dari itu untuk menjaga dan melestarikan bumi ini harus beberapa dekade kah kita memikirkannya. Sampai pada satu sisi dimana bumi ini telah tua dan memohon agar kita sebagai makhluk yang tinggal dan memanfaatkan segala sesuatunya di atas bumi ini untuk menjaga keberlangsungannya serta melestarikannya. Marilah kita bergotong royang untuk menyelematkan bumi yang telah memberikan kita kehidupan yang sempurna ini. Bencana sebagai Kuasa-Nya memang tidak bisa ditolak, namun sebagai manusia yang dikaruniai akal dan pikiran, seyogyanya kita dapat mengurangi terjadinya bencana yang disebabkan oleh manusia. Dengan akal kita harusnya dapat melakukan hal-hal yang tujuannya bisa mengurangi dampak dari bencana, entah dari sisi jumlah korban, trauma, dan kerusakan-kerusakan lainnya.


Referensi:
Vanaspongse, C., dkk. 2007. Pedoman Pelatihan: Pengurangan Risiko Bencana yang Dimotori oleh Anak-anak di Sekolah dan Komunitas. Bangkok: Save the Children.
Palang Merah Indonesia. 2011. Presentasi DIKLATSAR PMI. Jakarta: PMI.
Mawardi, Ikhwanuddin. 2006. Rencana Aksi Nasional - Risiko Bencana 2006-2009. Jakarta: Perum Percetakan Negara RI.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar