UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan
yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di
masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya
pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat
nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara
optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
kehidupan bangsa;
c.
bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian
pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai
bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan
hukum baru;
d.
bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus
dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan
nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e.
bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam
perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
f.
bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi
melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi
Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik
adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi
adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik
adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makan atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah
serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem
Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem
Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah
perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik
adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang
layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi
Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui,
disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan
mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik
adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah
subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat
untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan
fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan
melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam
jaringan.
16. Kode Akses adalah angka,
huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan
kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik
adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek
hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek
hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari
Pengirim.
20. Nama Domain adalah
alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat,
yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode
atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu
dalam internet.
21. Orang adalah orang
perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan
hukum.
22. Badan Usaha adalah
perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah
Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad
baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di
bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman,
keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi
Informasi.
BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum
yang sah.
(2) Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara
yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem
Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku untuk:
a.
surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan
b.
surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5
ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau
asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada,
atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 8
(1)
Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar
oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima
dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2)
Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah
kendali Penerima yang berhak.
(3)
Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu
untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang
ditunjuk.
(4)
Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan
dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik
harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat
kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Pasal 10
(1)
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik
dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2)
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada
dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan
terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan
dapat diketahui;
d. segala perubahan
terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik
tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu
yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu
untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait.
(2)
Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1)
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik
berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang
digunakannya.
(2)
Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat
diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus
menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah
terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus
tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda
Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan
kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan
Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1.
Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik telah dibobol; atau
2.
keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan
risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik; dan
3.
dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda
Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua
informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3)
Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi
hukum yang timbul.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1)
Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan
suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
(3)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik asing.
(4)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum
Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di
Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang
akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang digunakan
untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan
untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan
untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
(1)
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan
Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap
beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
(2)
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam
hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian
pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal 16
(1)
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,
setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik
yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a.
dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan
Peraturan Perundang-undangan;
b.
dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan,
dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut;
c.
dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d.
dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e.
memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan,
dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2)
Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1)
Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup
publik ataupun privat.
(2)
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau
pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi
berlangsung.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 18
(1)
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik
mengikat para pihak.
(2)
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku
bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi
Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
(4)
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional
yang dibuatnya.
(5)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang
mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan
Sistem Elektronik yang disepakati.
Pasal 20
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik
terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan
disetujui Penerima.
(2)
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara
elektronik.
Pasal 21
(1)
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik
sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2)
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri,
segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung
jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui
pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui
Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3)
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya
Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem
Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen
Elektronik.
(4)
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya
Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam
hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian
pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal 22
(1)
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur
pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya
melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1)
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2)
Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan
usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3)
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat
yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain,
berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain
adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi
perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak
mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain
yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya
diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun
menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di
dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data
pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2)
Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan
Undang-Undang ini.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.
(4)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman.
Pasal 28
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa
pun.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan
untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3)
Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan
kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan undang-undang.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3)
Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data
yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik
dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya.
Pasal 34
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau
perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
33;
b. sandi lewat Komputer,
Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem
Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2)
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana
jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem
Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan
tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang
otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34
yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah
Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi
Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1)
Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi
yang menimbulkan kerugian.
(2)
Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap
pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi
Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 39
(1)
Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2)
Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1)
Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2)
Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan
sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik
yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(3)
Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data
elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4)
Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
membuat Dokumen Elektronik dan rejam cadang elektroniknya serta
menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5)
Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat
Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan
perlindungan data yang dimilikinya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 41
(1)
Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi
Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2)
Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3)
Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi
konsultasi dan mediasi.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 42
PENYIDIKAN
Pasal 42
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 43
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
(2)
Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan
terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau
keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)
Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang
terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan
negeri setempat.
(4)
Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan
pelayanan umum.
(5)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. menerima laporan atau
pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap Orang
atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau
saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan
ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan
atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan
terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan
terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini;
f. melakukan penggeledahan
terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan
tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan
penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang
diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli
yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian
penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana yang berlaku.
(6)
Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui
penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam
waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut
umum.
(8)
Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain
untuk berbagi informasi dan alat bukti.
Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a.
alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Perundang-undangan; dan
b.
alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).
Pasal 48
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan
pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang
digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau
badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank
sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan
diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal
ditambah dua pertiga.
(4)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah
dua pertiga.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan
Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan
Teknologi Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan
tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1)
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2)
Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATA
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008
NOMOR 58.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
I. UMUM
Pemanfaatan Teknologi
Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir
suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.
Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk
istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari
konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah
lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of
information technology), hukum dunia maya (virtual world law),
dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam
lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi
berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat
secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika
terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan
sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya
mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup
jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak
atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga
digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan
penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media
elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan
mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara
teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi
informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan
karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan
peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan
fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup
komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan
substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input,
process, output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu,
dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya
ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus
pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber
tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu
negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan
transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di
Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting,
mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum
acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan
untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam
waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih
luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan
perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah
menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan
informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan
ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan
komunikasi.
Kegiatan melalui media
sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun
bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang
nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan
ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan
hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan
perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara
lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan
dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal
itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan
teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara
optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan
di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi,
aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam
penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak
karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi
tidak optimal.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata
untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga
negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar
wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun
warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang
memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi
untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas
teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan "merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Yang dimaksud dengan "merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Pasal 3
"Asas kepastian hukum" berarti landasan hukum bagi
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu
yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan
di luar pengadilan.
"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Asas kehati-hatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi
tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang
digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi
negara.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau
dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi
dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media
elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan
salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada
dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang
asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar"
meliputi:
a.
informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan
kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b.
informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat
sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan,
seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha
yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui
penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan
Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust
mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun
hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang
sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang
teknik, metode, sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi
yang minimum harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 15
Ayat (1)
"Andal" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan
yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.
"Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
"Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.
Ayat (2)
"Bertanggung jawab" artinya ada subjek hukum yang
bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan
Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak
internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice
of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak
tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku
berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan
sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional,
termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para
pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan
forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas
tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat(the basis of presence) dan
efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle
of effectiveness).
Pasal 19
Yang dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga
mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang
bersangkutan.
Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para
pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor
identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau
sandi lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dikuasakan" dalam ketentuan ini
sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "fitur" adalah fasilitas yang
memberikan kesempatan kepada pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan
atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel),
edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada
prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain",
misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang
terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara tanpa
hak" adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata
ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang lain untuk menggunakan nama
yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk
mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk
menyesatkan konsumen.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan
didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang,
desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-Undang ini dengan
memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi
merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak
pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a.
Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan
bebas dari segala macam gangguan.
b.
Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang
lain tanpa tindakan memata-matai.
c.
Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang
kehidupan pribadi dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada
ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan:
a.
melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja
berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk
menerimanya; atau
b.
sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal
diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau
pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau
melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau
klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah
kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau
mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian" adalah
penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat" merupakan lembaga yang bergerak di bidang teknologi informasi
dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "ahli" adalah seseorang yang
memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya
tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan
hukum yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi(corporate crime) dan/atau
oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a.
mewakili korporasi;
b.
mengambil keputusan dalam korporasi;
c.
melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d.
melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4843.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar